Sabtu, 28 Mei 2011

Kanji Bunga

Dibaca : hana/はな (Kunyomi/Cara Baca Jepang) dan カ; ケ (Onyomi/Cara Baca China)
Arti : bunga
Jumlah Goresan : 7
JLPT Level : 4

Kanji Laut

Dibaca : umi (Kunyomi/Cara Baca Jepang), kai (Onyomi/Cara Baca Tiongkok)
Arti : Laut
Jumlah Garis : 9
JLPT Level : 4



Kanji Cinta




Dibaca :
(Kunyomi/Cara Baca Jepang) : ito-shii/いとーしい, kana-shii/かなーしい, me-deru/めーでる 
 (Onyomi/Cara Baca China) : Ai/あい 
Arti : Cinta, Sayang, Kasih
Jumlah Goresan : 13
JLPT Level 2

Rabu, 25 Mei 2011

Penokohan TAIKO Buku 7



1.       Hashiba Hideyoshi adalah jendral dari klan Oda yang kesetiaannya tiada tanding, penuh optimisme, serta orang yang mudah mempelajari medan tempur.
“Dalam sekejap ia telah mempelajari medan dan hubungan antara ketujuh benteng musuh. Ia juga dapat mengawasi pergerakan pasukan dari markas besar pihak Mori, sehingga setiap pengiriman bala bantuan takkan luput dari perhatiannya.” (TAIKO : 732)
“Jangan putus asa, Kanbei. Kita masih punya tujuh hari lagi.” (TAIKO  739)
“Pasti bisa.” Untuk pertama kali ucapan Hideyoshi berlawanan dengan ucapan Kanbei.” (TAIKO : 739)
“Walau tak berarti, aku takkan berpaling dari junjunganku dan mengkhianati kepercayaan yang telah diberikannya. Itulah janji Hideyoshi. Dan ia bersungguh-sungguh.” (TAIKO : 832)
Pada kutipan Taiko halaman 832, kesetiaan Hideyoshi kepada junjungannya kembali ditunjukkan pada Taiko buku delapan; ia membalas kematian Oda dengan menghancurkan Klan Akechi.
2.       Oda Nobunaga orang yang paling berkuasa di Jepang di abad pertengahan adalah seorang samurai yang memiliki cita-cita setinggi langit, bersemangat tinggi, dan orang yang sukar dipuaskan.  Ia juga orang yang tidak menutup diri dengan kebudayaan baru, bahkan dari luar Jepang seklaipun.
“Itulah ciri Yang Mulia Nobunaga. Rupanya beliau sendiri ikut terjun ke kancah pertempuran. Beliau tentu bersemangat tinggi.” (TAIKO : 727)
“Nonunaga mempunyai cita-cita yang bahkan tak terbayangkan oleh orang yang hati-hati seperti Ieyasu, dan ia juga dianugerahi kemauan untuk mewujudkan cita-citanya itu.” (TAIKO : 751-752)
“Kumpulkan saja semuanya dan bawa ke sini. Pasti akan ada manfaatnya bagi budaya kita. Kini segala macam barang dari laut Barat dan Selatan. Penetrasi ke wilayah Timur takkan dapat dicegah.” (TAIKO : 805)
“Nobunaga laki-laki yang
 sukar dipuaskan, ….” (TAIKO : 829)
“Ini berarti orang yang paling berkuasa di seluruh Jepang kini bertetangga dengan mereka.” (TAIKO : 798)
Nobunaga yang memiliki kebijakan mengenai budaya asing yang masuk ke Jepang saat itu mengatakan kalimat tersiratnya bahwa biarkan budaya asing masuk, ambil baiknya lalu buang yang tidak baik dan tidak berguna.
3.       Akechi Mitsuhide seorang jendral Klan Oda yang dipanggil kepala jeruk oleh Nobunaga karena kepalanya yang seperti jeruk dan botak. Ia orang yang pandai dan lembut hati. Ia juga yang memimpin pemberontakan melawan junjungannya; Odan Nobunaga.
“Akhirnya, pelan-pelan, ia mengangkat kepalanya yang oleh Nobunaga disebut “kepala jeruk”, dan menatap ke pekarangan yang gelap.” (TAIKO : 752)
“Mitsuhide dianugerahi kemampuan menelaah yang jauh melebihi orang kebanyakan,…” (TAIKO : 753)
“Mitsuhide memang junjungan yang berhati lembut.” (TAIKO : 757)
“Bahkan ketika membayangkan kepala Mitsuhide yang botak mengilap,….” (TAIKO : 827)
“..Mitsuhide berdiri di sanggurdi, mendadak mengacungkan cemeti dan berseru, “ke Kuil Honno! Serbu kuil itu! Musuh-musuhku ada di Kuil Honno! cepat! cepat! aku sendiri akan menghabisi siapa saja yang berlambat-lambat!” (TAIKO : 813)
4.       Kuroda Kanbei pengikut Hideyoshi yang cacat adalah orang yang profesional, pejuang handal yang tak kenal lelah, serta orang yang mampu membaca arus perubahan zaman, siapa yang akan menjadi penguasa, dan siapa yang akan jatuh.
“Tanpa tongkat penyangga, Kanbei masuk terpincang-pincang.” (TAIKO : 729)
“Mengapa Kanbei berada di garis depan saat hujan seperti ini? Seperti biasa, Hideyoshi terkesan oleh semangat Kanbei yang tak kenal lelah.” (TAIKO : 734)
“Setiap kali menemukan seseorang yang bekerja setengah hati, ia bergegas menghampiri dengan kecepatan yang tak terbayangkan bagi orang cacat, dan menghajar orang yang bersangkutan dengan tongkat.” (TAIKO : 739)
“Ini bukan karena marga Mori lemah, melainkan karena perubahan zaman. Mengertikah kalian?” (TAIKO : 743)
Kanbei yang mengerti arus perubahan zaman juga didukung pada taiko buku sebelumnya; yakni buku lima bab menara-menara azuchi pada halaman 576-577.
5.       Akechi Mitsuharu sepupu Akechi Mitsuhide dan salah satu jendral klan Oda dari klan Akechi adalah orang yang tenang dan tidak mudah terbawa emosi.
“Ketika berdiri di muka gerbang yang dipimpin oleh sepupunya, Akechi Mitsuharu, ia merasa seolah-olah berhasil meloloskan diri dari sarang macan.” (TAIKO : 756)
“Sikap Mitsuharu tenang, dan ketiga laki-laki itu segera mengendalikan diri. Sepertinya mereka menyangka akan berhadapan dengan api, tapi hanya melihat air.” (TAIKO : 760)
“Mitsuharu mendengarkan semuanya tanpa membiarkan roman mukanya berubah.” (TAIKO : 761)
6.       Shimizu Muneharu sang panglima benteng Takamatsu yang berusia lima puluh tahun, seorang jendral yang setia dan sampai mati mengikuti jalan samurai. Ia orang yang tenang, jujur, tidak banyak lagak,rendah hati, sederhana, serta orang yang ramah.
“Usianya sekitar lima puluh tahun, rendah hati, dan berpakaian sederhana….Orang itu demikian bersahaja, sehingga ia mungkin dianggap sebagai kepala kampung, seandainya tidak membawa pedang dan disertai pelayan.” (TAIKO : 729)
“Apapun yang mereka katakan padanya, ia hanya mengulangi dengan ramah dan penuh hormat.” (TAIKO : 730)
“Ia tidak sekedar berbasa-basi, dan kedua utusan pun sadar bahwa ia memang orang yang ramah. Muneharu musuh mereka, tapi kejujurannya tak perlu diragukan.” (TAIKO : 731)
7.       Tokugawa Ieyasu sekutu kuat Oda Nobunaga orang yang sabar, rendah hati, sederhana, dan berhati-hati. Ia disebut oleh Nobunaga sebagai ‘kawan lama yang setia’.
“Nonunaga mempunyai cita-cita yang bahkan tak terbayangkan oleh orang yang hati-hati seperti Ieyasu,...” (TAIKO : 750)
“Ieyasu, Nobunaga pun mengakui, mempunyai kelebihan yang tak dimilikinya, yakni kesabaran, kerendahan hati, dan kesederhanaan.” (TAIKO : 751)
“Nobunaga tergerak untuk menyebut Ieyasu ‘kawan lama yangs setia’.” (TAIKO : 751)

Senin, 23 Mei 2011

Shogun Tokugawa Ieyasu


TOKUGAWA IEYASU (徳川 家康)
Tokugawa Ieyasu [徳川 家康] (Okazaki, 31 Januari 1543 – meninggal di Shizuoka, 1 Juni 1616) adalah seorang daimyo dan shogun di Jepang setelah menang dalam pertempuran yang sangta terkenal, yaitu perang Sekigahara. Awalnya ia bermarga Matsudaira. Bersama dengan Toyotomi Hideyoshi dan Oda Nobunaga, Ieyasu adalah salah satu dari tiga pemersatu Jepang pada periode Sengoku (masa perang saudara Jepang).
Ieyasu terkenal dengan kepribadian yang sabar dan tenang. Ia merupakan sahabat dan sekutu terkuat Nobunaga. Masa kecilnya yang menyedihkan sebagai pemimpin provinsi Mikawa dihabiskan sebagai sandera marga Imagawa. Namun, pengetahuan yang didapatnya tidak kalah dari siapapun.
Setelah kematian sang Taiko; Toyotomi Hideyoshi, ia mulai memperlihatkan ambisinya untuk menjadi penguasa seluruh Jepang. Banyak yang mengatakan bahwa ia sudah lama memendam ambisi untuk menjadi penguasa Jepang, tapi ia hanyalah menunggu saat yang tepat untuk bertindak.  Kemenanangan pun diraihnya dalam Perang Sekigahara melawan pengikut setia Hideyoshi yang mendukung Toyotomi Hideyori sebagai penerus; Ishida Mitsunari. Marganya; Tokugawa memimpin Jepang selama kurang lebih dua ratus tahun dan berakhir sejak zaman Meiji. Dan pada masa kepemimpinan klannya ini, Jepang melakukan isolasi dari dunia luar, kecuali dari Cina dan Belanda.   
           

Toyotomi Hideyoshi sang Taiko


TOYOTOMI HIDEYOSHI (豊臣 秀吉)
Toyotomi Hideyoshi [豊臣 秀吉] (2 Februari 1536 – 18 September 1598) adalah pemimpin Jepang setelah Oda Nobunaga. Ia dilahirkan di desa Nakamura dengan nama Kinoshita Hiyoshi di bawah provinsi Owari; kekuasaan Nobunaga. Ia dikenal bertampang seperti monyet. Setelah ayahnya; Kinoshita Yaemon wafat, ibunya menikah lagi dengan Chikuami. Namun, karena ayah tirinya kasar, ia memutuskan untuk berkelana mencari tuan yang akan dilayaninya dengan baik.
Pamannya yang juga seorang samurai bernama Donjo sempat membawanya ke sebuah kuil, namun ia dipulangkan. Ia sering berpindah-pindah tempat kerja, karena tidak ada yang betah menjadikannya pekerja tetap. Bahkan ia pernah menjadi penjual jarum yang lusuh dan tanpa tempat tinggal. Ia bercita-cita ingin menjadi samurai yang hebat, membahagiakan orang tuanya, dan digilai banyak wanita.
Ia pernah bekerja pada klan Imagawa, juga menjadi pelayan Hachisuka Koroku, namun ia melarikan diri dan berniat mencari majukan yang cocok untuknya. Setelah melayani beberapa tuan, ia bertemu dengan Oda Nobunaga yang saat itu dilihatnya berlatih militer di tepi sungai. Kali ini ia benar-benar ingin menjadikan Nobunaga sebagai tuannya yang terakhir, apalagi Nobunaga pemimpin wilayah tempatnya berasal.
            Hideyoshi adalah orang yang sangat sabar, pekerja keras, dan disukai teman maupun lawannya. Bahkan ia tidak terpengaruh dengan ejekan monyet yang disematkan kepadanya. Setelah menjadi pelayan Nobunaga dan menjadi pembawa sendal, ia memperlihatkan kemampuannya dengan perlahan-lahan jabatannya mulai naik. Sebagai pelayan di kandang, kemudian ditempatkan di dapur, berhasil merenovasi tembok benteng Kiyosu, sampai menjadi komandan dengan membawahi tiga puluh prajurit infanteri. Pertempuran pertamanya pada perang Okehazama. Namun, dalam perang ini ia belum membuktikan kemampuannya pada Nobunaga.
            Hideyoshi yang berhasil menundukkan Hachisuka Koroku, tiga macan dari Mino, bersahabat dengan Takenaka Hanbei, dan berperan besar dalam penaklukan-penaklukan yang dilakukan Oda Nobunaga.
            Beberapa tahun setelah mengabdi pada marga Oda, ia diberikan sebuah benteng; Nagahama. Setelah Nobunaga wafat, ia kembali dari barat menuju Azuchi dalam rangka membalaskan dendam kepada marga Akechi dan pemimpinnya atas kematian tuannya. Tindakannya ini dinilai cepat oleh semua orang yang tak menduga bahwa ia berhasil berdamai dengan marga Mori di barat.
            Keterampilannya dalam bernegosiasi dengan lawan serta taktik perang yang jitu, membuat namanya semakin dikenal bahkan di kalangan kaisar sekalipun. Selama konfliknya dengan Shibata Katsuie dan Oda Nobutaka – dalam memperebutkan posisi penerus Nobunaga, apakah Nobutaka atau cucu Nobunaga; Samboshi- Hideyoshi mulai membangun istana yang paling megah saat itu mengalahkan benteng Azuchi-nya Nobunaga di Osaka. Ke depannya, benteng ini dikenal dengan nama Momoyama, dikenallah zaman Azuchi-Momoyama. Kekalahan Katsuie dan Nobutaka tak terhindarkan. Setelah kematian mereka berdua pun, Hideyoshi masih harus berhadapan dengan Tokugawa Ieyasu dan Oda Nobuo.
            Namun, pada akhirnya, Hideyoshi-lah yang berada di atas angin. Setelah berhasil berdamai dan bersekutu dengan Ieyasu, jadilah Hideyoshi penguasa seluruh Jepang. Walaupun tidak mendapatkan gelar Shogun dari kaisar, dikarenakan masalah asal-usulnya, ia tetaplah pemersatu Jepang dan sangat dihormati. Sampai sekarang pun, Hideyoshi masih dikenal sebagai Sang Taiko di Jepang. Kebijakannya saat itu salah satunya adalah melarang kalangan di luar samurai untuk memiliki senjata. Cita-citanya ia ingin pergi ke negeri Kaisar Ming; Cina. Namun, ia wafat dalam masa infasinya ke Korea dan tidak dapat menaklukkan Cina.

Minggu, 22 Mei 2011

terjemahannya apa, yah?


自動販売機
日本にはいろいろな自動販売機がある。自動販売機の中で飲み物の販売機が一番多くて、265万台ある。冷たい飲み物や温かい飲み物を売っている。冷たい飲み物を買うとき、氷画要らなければ、「氷なし」のボタンを押す。コーヒーの自動販売機は砂糖やミルクをボタンで調節できる。甘いのがすきなら、砂糖を増やすボタンを押せばいい。
2番目はサービスをする自動販売機で、123万台ある。これは両替や銀行やATMや駐車場のメーターなどの機械だ。3番目はたばこの販売機で、53万台、4番目が食べる物の販売機で、17万台ある。そして切符の販売機で、4万台、ほかにいろいろな自動販売機があって、全部で554万台になる。
自動販売機は一日中動いているから、いつでも買い物できる。便利だが、問題もある。電気をたくさん使うし、紙コップは一回使ったら、捨ててしまうから、むだだ。日本では20歳にならなければ、たばこは吸えない。夜は人がいないから、子供もたばこが買える。それで、夜11時から朝5時までたばこの販売機は止めてある。
また、最近、知らない人と話したくないと思う若い人が多くなっている。自動販売機が増えれば増えるほど、人と話す機会が少なくなる。機械は便利だが、問題も多い。

Oda Nobunaga

ODA NOBUNAGA [織田 信長]
Oda Nobunaga [織田 信長]23 Juni 1534 – 21 Juni 1582) adalah seorang daimyo besar Jepang yang berhasil mempersatukan Jepang yang saat itu dalam keadaan perang saudara; walaupun ia belum sempat menguasai seluruh Jepang karena meninggal sebelum mimpi-mimpi besarnya tercapai. Ia terkenal tampan dan gagah dengan kulitnya yang putih.
Awalnya ia hanyalah seorang penerus ayahnya; Oda Nobuhide dengan provinsi kecil bernama Owari. Setelah ayahnya meninggal saat ia berusia enam belas tahun, ia menobatkan diri sebagai penguasa Owari menyaingi adik kandungnya dari ibu Dota Gozen; Oda Nobuyuki yang juga menginginkan posisi itu. Saat adiknya melakukan pemberontakan untuk kesekian kalinya, ia menjebaknya dengan berpura-pura sakit. Saat adiknya datang menjenguknya, ia membunuhnya. Ini menandakan bahwa ia dapat melakukan apa saja dan menyingkirkan orang yang berusaha menentangnya.
Saat itu ia dikenal sembrono, kasar, mudah marah, dan sangat bodoh. Orang-orang bahkan pengikutnya sendiri meragukannya apakah ia mampu menjadi pemimpin yang baik dan membawa kesejahteraan bagi rakyatnya. Bahkan mertuanya sendiri; Saito Dosan menganggpanya si pandir.  Ini hanya berlaku bagi orang-orang yang tidak mengenalnya dengan baik. Toyotomi Hideyoshi; pengikutnya yang paling setia yang saat itu baru menjadi pengkikutnya dengan nama Kinoshita Tokochiro, mampu melihat kemampuan besar yang dimiliki majikannya yang terakhir. Nobunaga sebenarnya saat itu hanya berpura-pura berlagak bodoh di depan orang-orang. Baru setelah pengikutnya; Hirate Nakatsukasa yang juga adalah walinya dan lebih dekat kepadanya daripada ayahnya melakukan seppuku sebagai protes atas sikap Nobunaga yang dikatakan orang tidak dapat diandalkan, ia mulai mengubah sikap. Dan setelah pertemuannya yang pertama dengan mertuanya ia menunjukkan sikap sebagai seorang penguasa.
Nobunaga dengan matanya yang tajam, memiliki kelebihan mampu melihat sisi orang lain yang tersembunyi dalam diri orang itu. Pertempurannya melawa Imagawa Yoshimoto dari Suruga yang saat itu diprediksi bahwa marga Oda akan musnah, dijawab Nobunaga dengan keberanian dan kemenangan yang gemilang. Namanya mulai dikenal dimana-mana karena pertempuran ini. Bagaimana tidak, pasukannya yang saat itu kurang lebih berjumlah lima ribu orang mampu mengalahkan pasukan Imagawa yang berjumlah empat puluh ribu orang. Perang ini dikenal dengan perang Okehazama.
Setelah menang, ia mulai memperlihatkan ambisinya menguasai seluruh Jepang. Mulai dari menguasai Mino yang merupakan provonsi besar saat itu, meruntuhkan klan Takeda dan menguasai provinsi Kai, bersekutu dengan penguasa Mikawa; Tokugawa Ieyasu yang juga sahabatnya dari kecil, menghancurkan Shogun Ashikaga Yoshiaki yang berniat menjatuhkan Nobunaga; padahal Nobunaga-lah yang berhasil mengembalikan kekuasannya, menyerang adik iparnya; Asai Nagamasa yang berkhianat, menguasai provinsi Echizen dan Omi, serta membantai habis-habisan para penduduk di gunung Hiei. Pembantaian di gunung Hiei menimbulkan kekacauan, orang-orang kemudian menganggap Nobunaga sebagai Raja Iblis dan menghancurkan agama Buddha. Namun, ia mengatakan jalan inilah yang terbaik untuk menyelamatkan ajaran Buddha. Pernyataannya ini terbukti di kemudian hari.
Di saat kekuasaannya semakin besar, ia membangun istana termegah di Jepang saat itu yang dikenal dengan benteng atau kastil Azuchi. Setelah memerintahkan Hashiba Hideyoshi memimpin pasukan ke barat untuk menaklukkan marga Mori, ia menghancurkan marga Takeda dengan sekali bantai. Kemudian ia mulai memperlihatkan sikap ketidaksukaannya kepada salah satu panglimanya; Akechi Mitsuhide yang biasa ia sebut ‘kepala jeruk’. Hal inilah yang membuat Mitsuhide melakukan pemberontakan melawan tuannya sendiri.
Puncaknya, yang dikenal dengan peristiwa Honnoji, ia menyerang Nobunaga dan anaknya Nobutada yang saat itu dalam perjalanan ke barat menyusul Hideyoshi dengan hanya disertai kurang lebih lima puluh pengikut. Nobunaga yang saat itu sudah tidak berdaya melakukan seppuku dan jazadnya terbakar habis di kuil itu. Dan hal ini pun yang membuat Hideyoshi memimpin pasukan membantai marga Akechi untuk membalas pengkhianatannya.
Di masa Nobunaga inilah agama Kristen mulai masuk dan dibebaskan menyebarkan ajarannya. Dan di masanya pun, rakyat berada dalam keadaan sejahtera dengan kepemimpinannya yang adil dan bijaksana. Nobunaga-lah peletak dasar kekuasaan Toyotomi Hideyoshi dan Tokugawa Ieyasu.

disiplin waktu

BAB I
PENDAHULUAN

                Disipiln waktu. Banyak hal yang terlintas di pikiran ketika mendengar frase ini diucapkan, seperti teringat akan Jepang, jam karetnya Indonesia, dan lain-lain. Ketertarikan saya membuat tulisan dengan tema “Disiplin waktu” dikarenakan beberapa hal : petama, Kesadaran saya bahwa dengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, maka segala yang dilakukan bisa lebih efektif dan efisien, kecuali apa yang telah ditakdirkan Allah. Kedua, rasa iri saya kepada orang Jepang yang begitu menghargai waktu, baik dalam maupun diluar pekerjaan. Ketiga, saya paling tidak suka menunggu, jadi saya berusaha dari diri saya dulu bagaimana agar orang lain tidak dibuat menunggu oleh saya. Keempat, ingin menjadi patokan dan teladan bagi orang Indonesia agar menjadikan disiplin waktu sebagai bagian dari budaya diri. Dan terakhir, bahwa dalam agama Islam sendiri memerintahkan agar manusia dapat disiplin dengan waktu. Ini ditunjukkan salah satunya dengan perintah shalat lima waktu yang utama dilakukan tepat pada waktunya, dikenal perintah : shalatlah pada waktunya. Dari sini saya belajar mendisiplinkan waktu. Perlahan-lahan melakukannya pasti akan jadi kebiasaan, sesuai dengan peribahasa “Alah bisa karena biasa”.
                Mengapa saya memilih Jepang sebagai patokan kedisiplinan waktu? Pertama, Jepang memang dikenal dunia terutama di Indonesia akan kedispilinan mereka, terutama dalam hal waktu. Kedua; saya agak sedikit subjektif, karena saya seorang mahasiswa yang khusus belajar tentang Jepang.
                Contoh yang menunjukkan bahwa orang Jepang memang disiplin pada waktu, seperti :
Ø  Orang Jepang memegang teguh prinsip tepat waktu. Ini yang membuat pekerjaan mereka lebih efektif dan efisien.
Ø  Sistem transportasi ditata dengan baik, sehingga teratur pergi dan kedatangannya. Ini dapat menjadi teladan dari pemerintah kepada masyarakatnya.
Ø  Orang Jepang jika membuat janjian bertemu, paling tidak telah berada di tempat janjian  atau tepat pada waktunya.
Ø  Orang Jepang terkenal cepat dalam berjalan. Ini menujukkan bahwa mereka tidak ingin terlambat tiba di tempat bekerja atau di sekolah.
Ø  Jika terlambat, mereka akan langsung membungkuk dalam-dalam sampai 90° karena malu membuat orang lain menunggu.
Ø  Dalam membuat janji, mereka biasanya menentukan waktu yang tidak lazim untuk bisa tepat waktu (seperti orang Indonesia), seperti jam 10.05 atau 10.25.
Ø  Ada artikel yang telah saya baca yang menceritakan janjiannya bertemu dengan orang Jepang. Orang Jepang itu telah datang tepat pada waktunya, dan seperti biasa orang Indonesia itu lelet, walaupun hanya telat lima menit. Orang Jepang itu menyindir dengan tetap tertawa dengan mengatakan bahwa “sepertinya orang Indonesia tidak membutuhkan jam”.
BAB II
PEMBAHASAN

                Konsep disiplin sebenarnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari konsep waktu dan kerja, hiburan dan istirahat, serta konsep perorangan. Tingkatan kedisiplinan tergantung pada tingkat kedisiplinan masyarakat sekitar juga.  Bagaimana meningkatkan disiplin tergantung bagaimana kita sebagai individu, pemerintah, lembaga, dan lain-lain mensosialisasikannya dengan cara memberi contoh dalam tindakan-tindakan dan mengingatkan secara langsung serta dengan memberi penjelasan-penjelasan yang relevan atau berguna. Bangsa Jepang dengan kedisiplinannya mengenal semangat bushido yang telah diterapkan beratus-tahun yang lalu oleh masyarakat Jepang.
                Ada beberapa etos kerja orang Jepang, di antaranya tepat waktu, cepat dan fleksibel, semangat mengabdi, dan lain-lain. Dan yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini adalah disiplin waktu orang Jepang dan bagaimana cara mereka mensosialisasikan kedisiplinan terutama dalam hal waktu.
                Saya akan memulai dengan bagaimana disiplin orang Jepang. Dalam hal ini terkait erat dengan disiplin waktu, karena apa saja yang dilakukan harus sesuai dengan apa yang telah diatur, baik dari individu maupun pemerintah atau lembaga.
                Di Jepang selalu di kampanyekan slogan Utsukushii kuni (美しい国) yang berarti Negara Jepang yang cantik. Walaupun Negara itu memang sangat bersih, slogan ini masih tetap diterapkan untuk membudayakan masyarakatnya agar disiplin terhadap segala aturan yang tentunya akan membawa keuntungan bagi diri sendiri.
                Dalam hal pekerjaan, orang Jepang pada tahun 60-an, rata-rata jam kerja orang Jepang adalah 2.450 jam/tahun. Ini merupakan jam kerja tertinggi di dunia mengalahkan Negara adidaya Amerika Serikat saat itu. Pada tahun 1992, jam kerja itu menurun menjadi 2.017 jam/tahun. Namun, ini masih jam kerja tertinggi di dunia mengalahkan Negara-negara Eropa lainnya, terutama Amerika Serikat. Ini menunjukkan bahwa orang Jepang lebih banyak menghabiskan waktu mereka di tempat kerja dibanding pulang cepat ke rumah. Inilah yang membuat pertumbuhan ekonomi juga kualitas sumber daya manusia di Jepang meningkat. Bahkan masyarakat Jepang menganggap bahwa orang yang pulang kerja lebih cepat sebagai orang yang malas, tidak produktif, dan orang yang tidak penting. Inilah bukti bahwa disiplin terutama disiplin waktu telah mengakar dalam kehidupan mereka, meskipun tidak semua orang Jepang seperti itu.
                Waktu bagi orang Jepang sangat penting, dan tidak boleh terbuang sia-sia walaupun hanya sebentar. Akan tetapi, mereka juga tetap memiliki waktu-waktu santai mereka yang dihabiskan bersama keluarga atau rekan kerja. Jepang merupakan salah satu Negara yang waktu liburnya dalam setahun sangat sedikit. 
                Contoh lainnya adalah pemerintah menetapkan waktu di Jepang haruslah seragam. Pertama, jadwal pelajaran di sekolah/kampus dibuat seragam. Kedua, penunjuk waktu di tempat umum seperti di jalan-jalan, di stasiun, bandara, dll juga dibuat seragam waktunya, begitu juga penunjuk waktu di setiap stasiun televisi.  Ketiga, penunjuk waktu di tempat umum tersebut dibuat terpusat agar memudahkan standarisasi pengaturan waktunya.
                Ada juga sosialisasi disiplin waktu orang Jepang yang diterapkan pada perusahaan tempat mereka bekerja, yaitu jam istirahat siang. Biasanya sebelum waktu jam istirahat siang mereka hampir habis, mereka sudah bersiap-siap untuk kembali bekerja. Dan bagi yang terlambat, maka akan mendapatkan sangsi dari atasannya.
                Pemerintah Jepang juga sangat mengatur jadwal pemberangkatan transportasi, sehingga masyatakat bisa tepat dalam setiap rencananya.
                Dari semua hal di atas, maka masyarakat dapat meniru  apa yang dicontohkan oleh pemerintah, lembaga, atau organisasi tertentu dalam mendisiplinkan waktu. Pemerintah pun dapat meniru kedisiplinan waktu yang diperlihatkan dari setiap individu.
                Ada lagi hal menarik dalam kedisiplinan waktu orang Jepang dalam mensosialisasikannya kepada orang lain terutama bagi warga Negara asing, yaitu disiplin soal waktu makan. Warga Negara asing yang berasal dari daerah tropis baik dia pelajar maupun pekerja, belum bisa terbiasa dengan iklim di Jepang yang mempunyai empat musim. Ketidakbiasaan ini akan menimbulkan penyakit, apalagi bagi yang pola makannya tidak teratur. Orang Jepang mengajarkan bahwa makan itu adalah sebuah kebutuhan dan keharusan , bukan karena lapar. Inilah mengapa orang Jepang waktu makannya sangat teratur. 
BAB III
PERBANDINGAN DISIPLIN WAKTU JEPANG-INDONESIA

                Memperbandingkan berarti mencari persamaan dan perbedaan di antara dua atau tiga hal. Maka tulisan ini akan memberikan dan menjelaskan persamaan dan perbedaan dalam disiplin waktu antara orang Jepang dengan orang Indonesia.
                Pada bab II di atas tentang pembahasan disiplin waktu telah dijelaskan bagaimana memasyarakatkan budaya disiplin waktu di Jepang. Nah, sekarang, bagaimana dengan di Indonesia?
                Indonesia juga dikenal dengan budaya waktunya yang sangat unik, yaitu budaya jam karet, jam lentur, jam fleksibel yang bisa diulur-ulur, ditarik kesana-kemari.  Orang-orang di Indonesia paling suka membuat orang lain menunggu, padahal tidak suka dibuat menunggu, tapi membuat orang lain menunggu. Biasanya ada istilah yang sering diucapkan seseorang yang sedang menunggu, “saya di sini sudah berjamur menunggu kamu”, atau “punya jam tidak?”, “ngaret lagi ngaret lagi”, dan lain sebagainya. Dan uniknya, kalau sudah terlambat lalu minta maaf, maka besoknya diulang lagi. Berbeda dengan orang Jepang yang sangat malu jika terlambat, bahkan sampai membungkuk dalam-dalam dan berulang kali, serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
                Ada teori dari seorang pakar bahasa tentang budaya jam karet Indonesia. Ia mengatakan bahwa orang Indonesia sering tidak tepat waktu dikarenakan bahwa dalam bahasa Indonesia tidak dikenal adanya tenses (masa / tenggang waktu). Entahlah.
                Dalam hal bekerja, Jepang dikenal lebih lama menghabiskan waktu di tempat kerja, bahkan bisa pulang kerja sampai larut malam. Pulang terlambat, otomatis tidurnya juga terlambat, akan tetapi keesokan harinya mereka tetap tepat waktu sampai di tempat kerja. Orang Indonesia sebaliknya. Lebih cepat pulang ke rumah atau bersantai di mall-mall  pada saat jam kerja. Hal tersebut di Jepang dianggap sebagai sesuatu yang negatif, dan dianggap sebagai orang yang tidak produktif, dan pemalas.
                Standarisasi waktu di Jepang dibuat seragam satu sama lain baik di tempat umum, media televisi, dan sebagainya agar tidak terjadi misswaktu yang dapat merusak jalannya kegiatan sehari-hari. Di Indonesia tidak ada sistem seperti ini, karena dari yang saya lihat dan dari artikel yang saya baca, standarisasi waktu yang digunakan berbeda-beda. Di Indonesia dikenal adanya pembagian waktu seperti WIB (waktu Indonesia barat), WITA (waktu Indonesia tengah), dan WIT (waktu indonesia timur). Ini dikarenakan perbedaan lebar wilayah Indonesia dari barat ke timur yang berpengaruh pada rotasi bumi terhadap arah matahari dan garis masing-masing berbeda 15° bujur bumi adalah 1 jam. Akan tetapi, dari setiap bagian waktu, terjadi ketidaksamaan waktu dan biasanya ada sampai beda tiga puluh menit. Saya sendiri bingung harus mengikuti menit yang benar, karena tidak adanya keserasian waktu. Penunjuk waktu di kampus seperti di jurusan berbeda dengan penunjuk waktu  yang ada di mushalla atau di masjid.
                Ada satu cara pemerintah di Indonsesia mensosialisasikan budaya jam karetnya pada masyarakatnya sendiri, seperti jika akan rapat DPR/MPR yang apalagi saat itu akan disiarkan secara langsung di televisi, yang terjadi adalah penundaan yang bahkan sampai satu jam lebih. Ini salah satu hal yang tak dapat diteladani rakyatnya.
                Dari tulisan di atas, memang kebanyakan berisi perbedaan Jepang dengan Indonesia dalam mendisiplinkan waktu, dan saya rasa akan sulit bagi saya menemukan persamaannya.
BAB IV
KESIMPULAN

Saya dapat menarik kesimpulan dari tulisan saya, bahwa masyarakat Jepang  dengan semangat bushido-nya mampu menjunjung tinggi kedisiplinan dalam segala hal termasuk waktu. Dan hal ini patutlah dicontoh oleh orang Indonesia agar segala hal yang dilakukan mampu efektif, dan menguntungkan bagi diri sendiri, orang lain, dan juga negara. Dari salah satu artikel yang telah saya baca, mengatakan bahwa “dalam menerapkan disiplin untuk menuju sukses saya (orang yang menulis artikel) menyimpulkan kedisiplinan maupun kesuksesan menuntut kita melakukan hal-hal yang benar dan bukan hal-hal yang disukai”.
Muailah disiplin dari yang kecil dan dari rumah masing-masing. Sosialisasikan pada anak-anak. Semoga saya juga bisa membudayakannya dalam hidup saya, amin.
                 

Blogroll

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google