Minggu, 22 Mei 2011

disiplin waktu

BAB I
PENDAHULUAN

                Disipiln waktu. Banyak hal yang terlintas di pikiran ketika mendengar frase ini diucapkan, seperti teringat akan Jepang, jam karetnya Indonesia, dan lain-lain. Ketertarikan saya membuat tulisan dengan tema “Disiplin waktu” dikarenakan beberapa hal : petama, Kesadaran saya bahwa dengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, maka segala yang dilakukan bisa lebih efektif dan efisien, kecuali apa yang telah ditakdirkan Allah. Kedua, rasa iri saya kepada orang Jepang yang begitu menghargai waktu, baik dalam maupun diluar pekerjaan. Ketiga, saya paling tidak suka menunggu, jadi saya berusaha dari diri saya dulu bagaimana agar orang lain tidak dibuat menunggu oleh saya. Keempat, ingin menjadi patokan dan teladan bagi orang Indonesia agar menjadikan disiplin waktu sebagai bagian dari budaya diri. Dan terakhir, bahwa dalam agama Islam sendiri memerintahkan agar manusia dapat disiplin dengan waktu. Ini ditunjukkan salah satunya dengan perintah shalat lima waktu yang utama dilakukan tepat pada waktunya, dikenal perintah : shalatlah pada waktunya. Dari sini saya belajar mendisiplinkan waktu. Perlahan-lahan melakukannya pasti akan jadi kebiasaan, sesuai dengan peribahasa “Alah bisa karena biasa”.
                Mengapa saya memilih Jepang sebagai patokan kedisiplinan waktu? Pertama, Jepang memang dikenal dunia terutama di Indonesia akan kedispilinan mereka, terutama dalam hal waktu. Kedua; saya agak sedikit subjektif, karena saya seorang mahasiswa yang khusus belajar tentang Jepang.
                Contoh yang menunjukkan bahwa orang Jepang memang disiplin pada waktu, seperti :
Ø  Orang Jepang memegang teguh prinsip tepat waktu. Ini yang membuat pekerjaan mereka lebih efektif dan efisien.
Ø  Sistem transportasi ditata dengan baik, sehingga teratur pergi dan kedatangannya. Ini dapat menjadi teladan dari pemerintah kepada masyarakatnya.
Ø  Orang Jepang jika membuat janjian bertemu, paling tidak telah berada di tempat janjian  atau tepat pada waktunya.
Ø  Orang Jepang terkenal cepat dalam berjalan. Ini menujukkan bahwa mereka tidak ingin terlambat tiba di tempat bekerja atau di sekolah.
Ø  Jika terlambat, mereka akan langsung membungkuk dalam-dalam sampai 90° karena malu membuat orang lain menunggu.
Ø  Dalam membuat janji, mereka biasanya menentukan waktu yang tidak lazim untuk bisa tepat waktu (seperti orang Indonesia), seperti jam 10.05 atau 10.25.
Ø  Ada artikel yang telah saya baca yang menceritakan janjiannya bertemu dengan orang Jepang. Orang Jepang itu telah datang tepat pada waktunya, dan seperti biasa orang Indonesia itu lelet, walaupun hanya telat lima menit. Orang Jepang itu menyindir dengan tetap tertawa dengan mengatakan bahwa “sepertinya orang Indonesia tidak membutuhkan jam”.
BAB II
PEMBAHASAN

                Konsep disiplin sebenarnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari konsep waktu dan kerja, hiburan dan istirahat, serta konsep perorangan. Tingkatan kedisiplinan tergantung pada tingkat kedisiplinan masyarakat sekitar juga.  Bagaimana meningkatkan disiplin tergantung bagaimana kita sebagai individu, pemerintah, lembaga, dan lain-lain mensosialisasikannya dengan cara memberi contoh dalam tindakan-tindakan dan mengingatkan secara langsung serta dengan memberi penjelasan-penjelasan yang relevan atau berguna. Bangsa Jepang dengan kedisiplinannya mengenal semangat bushido yang telah diterapkan beratus-tahun yang lalu oleh masyarakat Jepang.
                Ada beberapa etos kerja orang Jepang, di antaranya tepat waktu, cepat dan fleksibel, semangat mengabdi, dan lain-lain. Dan yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini adalah disiplin waktu orang Jepang dan bagaimana cara mereka mensosialisasikan kedisiplinan terutama dalam hal waktu.
                Saya akan memulai dengan bagaimana disiplin orang Jepang. Dalam hal ini terkait erat dengan disiplin waktu, karena apa saja yang dilakukan harus sesuai dengan apa yang telah diatur, baik dari individu maupun pemerintah atau lembaga.
                Di Jepang selalu di kampanyekan slogan Utsukushii kuni (美しい国) yang berarti Negara Jepang yang cantik. Walaupun Negara itu memang sangat bersih, slogan ini masih tetap diterapkan untuk membudayakan masyarakatnya agar disiplin terhadap segala aturan yang tentunya akan membawa keuntungan bagi diri sendiri.
                Dalam hal pekerjaan, orang Jepang pada tahun 60-an, rata-rata jam kerja orang Jepang adalah 2.450 jam/tahun. Ini merupakan jam kerja tertinggi di dunia mengalahkan Negara adidaya Amerika Serikat saat itu. Pada tahun 1992, jam kerja itu menurun menjadi 2.017 jam/tahun. Namun, ini masih jam kerja tertinggi di dunia mengalahkan Negara-negara Eropa lainnya, terutama Amerika Serikat. Ini menunjukkan bahwa orang Jepang lebih banyak menghabiskan waktu mereka di tempat kerja dibanding pulang cepat ke rumah. Inilah yang membuat pertumbuhan ekonomi juga kualitas sumber daya manusia di Jepang meningkat. Bahkan masyarakat Jepang menganggap bahwa orang yang pulang kerja lebih cepat sebagai orang yang malas, tidak produktif, dan orang yang tidak penting. Inilah bukti bahwa disiplin terutama disiplin waktu telah mengakar dalam kehidupan mereka, meskipun tidak semua orang Jepang seperti itu.
                Waktu bagi orang Jepang sangat penting, dan tidak boleh terbuang sia-sia walaupun hanya sebentar. Akan tetapi, mereka juga tetap memiliki waktu-waktu santai mereka yang dihabiskan bersama keluarga atau rekan kerja. Jepang merupakan salah satu Negara yang waktu liburnya dalam setahun sangat sedikit. 
                Contoh lainnya adalah pemerintah menetapkan waktu di Jepang haruslah seragam. Pertama, jadwal pelajaran di sekolah/kampus dibuat seragam. Kedua, penunjuk waktu di tempat umum seperti di jalan-jalan, di stasiun, bandara, dll juga dibuat seragam waktunya, begitu juga penunjuk waktu di setiap stasiun televisi.  Ketiga, penunjuk waktu di tempat umum tersebut dibuat terpusat agar memudahkan standarisasi pengaturan waktunya.
                Ada juga sosialisasi disiplin waktu orang Jepang yang diterapkan pada perusahaan tempat mereka bekerja, yaitu jam istirahat siang. Biasanya sebelum waktu jam istirahat siang mereka hampir habis, mereka sudah bersiap-siap untuk kembali bekerja. Dan bagi yang terlambat, maka akan mendapatkan sangsi dari atasannya.
                Pemerintah Jepang juga sangat mengatur jadwal pemberangkatan transportasi, sehingga masyatakat bisa tepat dalam setiap rencananya.
                Dari semua hal di atas, maka masyarakat dapat meniru  apa yang dicontohkan oleh pemerintah, lembaga, atau organisasi tertentu dalam mendisiplinkan waktu. Pemerintah pun dapat meniru kedisiplinan waktu yang diperlihatkan dari setiap individu.
                Ada lagi hal menarik dalam kedisiplinan waktu orang Jepang dalam mensosialisasikannya kepada orang lain terutama bagi warga Negara asing, yaitu disiplin soal waktu makan. Warga Negara asing yang berasal dari daerah tropis baik dia pelajar maupun pekerja, belum bisa terbiasa dengan iklim di Jepang yang mempunyai empat musim. Ketidakbiasaan ini akan menimbulkan penyakit, apalagi bagi yang pola makannya tidak teratur. Orang Jepang mengajarkan bahwa makan itu adalah sebuah kebutuhan dan keharusan , bukan karena lapar. Inilah mengapa orang Jepang waktu makannya sangat teratur. 
BAB III
PERBANDINGAN DISIPLIN WAKTU JEPANG-INDONESIA

                Memperbandingkan berarti mencari persamaan dan perbedaan di antara dua atau tiga hal. Maka tulisan ini akan memberikan dan menjelaskan persamaan dan perbedaan dalam disiplin waktu antara orang Jepang dengan orang Indonesia.
                Pada bab II di atas tentang pembahasan disiplin waktu telah dijelaskan bagaimana memasyarakatkan budaya disiplin waktu di Jepang. Nah, sekarang, bagaimana dengan di Indonesia?
                Indonesia juga dikenal dengan budaya waktunya yang sangat unik, yaitu budaya jam karet, jam lentur, jam fleksibel yang bisa diulur-ulur, ditarik kesana-kemari.  Orang-orang di Indonesia paling suka membuat orang lain menunggu, padahal tidak suka dibuat menunggu, tapi membuat orang lain menunggu. Biasanya ada istilah yang sering diucapkan seseorang yang sedang menunggu, “saya di sini sudah berjamur menunggu kamu”, atau “punya jam tidak?”, “ngaret lagi ngaret lagi”, dan lain sebagainya. Dan uniknya, kalau sudah terlambat lalu minta maaf, maka besoknya diulang lagi. Berbeda dengan orang Jepang yang sangat malu jika terlambat, bahkan sampai membungkuk dalam-dalam dan berulang kali, serta berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
                Ada teori dari seorang pakar bahasa tentang budaya jam karet Indonesia. Ia mengatakan bahwa orang Indonesia sering tidak tepat waktu dikarenakan bahwa dalam bahasa Indonesia tidak dikenal adanya tenses (masa / tenggang waktu). Entahlah.
                Dalam hal bekerja, Jepang dikenal lebih lama menghabiskan waktu di tempat kerja, bahkan bisa pulang kerja sampai larut malam. Pulang terlambat, otomatis tidurnya juga terlambat, akan tetapi keesokan harinya mereka tetap tepat waktu sampai di tempat kerja. Orang Indonesia sebaliknya. Lebih cepat pulang ke rumah atau bersantai di mall-mall  pada saat jam kerja. Hal tersebut di Jepang dianggap sebagai sesuatu yang negatif, dan dianggap sebagai orang yang tidak produktif, dan pemalas.
                Standarisasi waktu di Jepang dibuat seragam satu sama lain baik di tempat umum, media televisi, dan sebagainya agar tidak terjadi misswaktu yang dapat merusak jalannya kegiatan sehari-hari. Di Indonesia tidak ada sistem seperti ini, karena dari yang saya lihat dan dari artikel yang saya baca, standarisasi waktu yang digunakan berbeda-beda. Di Indonesia dikenal adanya pembagian waktu seperti WIB (waktu Indonesia barat), WITA (waktu Indonesia tengah), dan WIT (waktu indonesia timur). Ini dikarenakan perbedaan lebar wilayah Indonesia dari barat ke timur yang berpengaruh pada rotasi bumi terhadap arah matahari dan garis masing-masing berbeda 15° bujur bumi adalah 1 jam. Akan tetapi, dari setiap bagian waktu, terjadi ketidaksamaan waktu dan biasanya ada sampai beda tiga puluh menit. Saya sendiri bingung harus mengikuti menit yang benar, karena tidak adanya keserasian waktu. Penunjuk waktu di kampus seperti di jurusan berbeda dengan penunjuk waktu  yang ada di mushalla atau di masjid.
                Ada satu cara pemerintah di Indonsesia mensosialisasikan budaya jam karetnya pada masyarakatnya sendiri, seperti jika akan rapat DPR/MPR yang apalagi saat itu akan disiarkan secara langsung di televisi, yang terjadi adalah penundaan yang bahkan sampai satu jam lebih. Ini salah satu hal yang tak dapat diteladani rakyatnya.
                Dari tulisan di atas, memang kebanyakan berisi perbedaan Jepang dengan Indonesia dalam mendisiplinkan waktu, dan saya rasa akan sulit bagi saya menemukan persamaannya.
BAB IV
KESIMPULAN

Saya dapat menarik kesimpulan dari tulisan saya, bahwa masyarakat Jepang  dengan semangat bushido-nya mampu menjunjung tinggi kedisiplinan dalam segala hal termasuk waktu. Dan hal ini patutlah dicontoh oleh orang Indonesia agar segala hal yang dilakukan mampu efektif, dan menguntungkan bagi diri sendiri, orang lain, dan juga negara. Dari salah satu artikel yang telah saya baca, mengatakan bahwa “dalam menerapkan disiplin untuk menuju sukses saya (orang yang menulis artikel) menyimpulkan kedisiplinan maupun kesuksesan menuntut kita melakukan hal-hal yang benar dan bukan hal-hal yang disukai”.
Muailah disiplin dari yang kecil dan dari rumah masing-masing. Sosialisasikan pada anak-anak. Semoga saya juga bisa membudayakannya dalam hidup saya, amin.
                 

0 komentar:

Posting Komentar

Blogroll

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google